Hadapi Psywar Laut China Selatan, Peningkatan Status Pemerintahan Kabupaten Natuna Jadi Keharusan

20 Maret 2024, 16:39 WIB
Foto 1. Pos Lintas Batas Negara Serasan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau sebagai etalase terdepan Indonesia di Laut China Selatan -f/dani-natunatoday /

NATUNATODAY, PIKIRAN RAKYAT - Konflik Laut Cina Selatan (LCS) atau dikenal juga dengan Laut Natuna Utara (LNU) seakan tak pernah ada habisnya. Kepentingan beberapa negara terus mengambil peran strategis di kawasan yang menjadi sengketa oleh beberapa negara tersebut. Tercatat Vietnam, Filipina, Tiongkok, dan negara lainnya, termasuk Indonesia mengklaim memiliki kedaulatan dan masuk ke dalam wilayah negara mereka masing-masing.

Tidak jarang, akhir-akhir ini konflik di Laut China Selatan juga semakin memanas terutama antara Filipina yang di belakangnya ada Amerika Serikat dengan Tiongkok. Hal yang sama juga terjadi antara Taiwan dengan dukungan Amerika Serikat dengan Tiongkok. Kondisi ini tentu saja menjadi ancaman regional bagi negara-negara di kawasan Laut China Selatan, termasuk bagi Indonesia.

Namun demikian, ada hal yang lebih penting lagi bahwa untuk penegakan kedaulatan di Laut China Selatan terutama bagi Indonesia adalah pemerataan pembangunan yang harus dirasakan juga oleh masyarakat di perbatasan. Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau adalah bagian dari beranda terdepan NKRI yang berhadapan langsung dengan Laut Cina Selatan dan memiliki letak yang strategis, terlebih dengan sumber daya alam yang dimiliki baik di darat maupun di laut.

Kekayaan sumber daya alam di Blok Tuna terbukti menjadi cadangan gas terbesar di Asia, sedangkan sumber daya perikanan juga tidak kalah menjanjikan. Sumber kekayaan ini tidak jarang menjadi jarahan negara lain seperti nelayan maupun kapal asing. Dengan cadangan sumber daya alam yang melimpah, Natuna tentu saja harus mendapatkan perhatian lebih baik dari sisi pembangunan infrastruktur maupun pengelolaan sumber daya alam.

Sayangnya, sampai saat ini Kabupaten dengan ibukota di Ranai ini masih terbatas secara pembangunan infrastruktur di beberapa kecamatannya. Alhasil, terjadi sebuah kesenjangan yang sangat timpang dengan daerah lain. Padahal mereka menjadi garda terdepan dalam hal pertahanan di perbatasan.

Baca Juga: Tegas! Tak Mau Natuna Dicaplok Asing Presiden Jokowi Bangun ini di Pulau Laut

Kondisi Miris Pulau Terluar Indonesia

Salah satu contoh adalah Pulau Laut, salah satu pulau terluar dan berbatasan langsung dengan Vietnam. Berpuluh-puluh tahun mereka mendambakan infrastruktur jalan yang memadai sebagai sarana konektivitas dan aktivitas mereka sampai saat ini masih belum terwujud. Selain itu, di Pulau Laut juga terdapat beberapa wilayah yang tidak terkoneksi dengan jaringan telekomunikasi, bahkan jaringan yang ada juga sering mengalami gangguan. Anda dapat membayangkan bagaimana pulau terluar yang menjadi benteng pertama pertahanan Indonesia di utara, kondisi jaringan telekomunikasinya sangat miris. Bukankah itu merupakan sebuah ancaman bagi pertahanan negara?

Pulau Laut bukanlah wilayah pertama yang jaringan telekomunikasinya kurang bagus. Ada juga Kecamatan Midai dan Suak Midai, bertahun-tahun warga di sini mendambakan kualitas jaringan telekomunikasi yang bagus dari pemerintah.

Status Pemerintahan yang Perlu Diperkuat

Foto 2. Kabupaten Natuna dan Anambas sebaiknya menjadi provinsi tersendiri untuk memperkuat kewenangan di daerah terluar -f/dani-natunatoday

Terkait upaya mempertahankan kedaulatan negara di perbatasan juga tidak terlepas dari keberadaan pemerintahannya. Natuna bukanlah sebuah kabupaten biasa. Kalau kabupaten lain berbatasan langsung dengan wilayah yang masih merupakan bagian dari NKRI, namun Natuna langsung berbatasan dengan negara lain.

Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda menyampaikan dalam beberapa kesempatan bahwa tetangga Natuna itu adalah negara luar, tercatat ada 5 negara yang menjadi tetangga kabupaten Natuna. Dapat dibayangkan sebuah kabupaten dengan kewenangan yang kecil harus berdampingan dan bertetangga langsung dengan negara luar. Terlebih saat ini kewenangan kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, sangatlah kecil terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam meliputi kelautan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan.

Bayangkan saja Natuna yang kaya akan Sumber Daya Alam dan Perikanan hanya dapat menjadi penonton saja tanpa memiliki kewenangan untuk mengontrol atau mengelola secara mandiri untuk kepentingan masyarakatnya. Menjadikan Natuna sebagai benteng kedaulatan NKRI di perbatasan memerlukan peningkatan status pemerintahan dari kabupaten menjadi provinsi.

Baca Juga: Jadi Benteng Perbatasan NKRI di Laut Cina Selatan Kualitas Sinyal Pulau Laut Natuna Memprihatinkan

Peningkatan status pemerintahan tadi sebenarnya sejalan dengan peningkatan status beberapa satuan militer TNI yang memiliki pangkalan khusus di Natuna. Saat ini di Selat Lampa terdapat satuan militer Angkatan Laut dengan nama Gugus Tempur Laut (Guspurla) dengan komandannya berpangkat bintang satu. Selain itu akan disusul oleh Danlanud Raden Sadjad yang telah diusulkan menjadi Lanud Tipe A yang akan dikomandani oleh Perwira Tinggi berpangkat bintang satu begitu juga dengan satuan lain.

Kondisi ini tentu ironis ketika seorang bupati harus berkoordinasi dengan komandan satuan yang pangkatnya setingkat gubernur. Oleh karena itu, memekarkan Natuna menjadi sebuah provinsi khusus merupakan suatu keharusan dan harus diwujudkan segera.

Perjuangan pemekaran Natuna dan Anambas menjadi sebuah provinsi baru terpisah dari Provinsi Kepulauan Riau sebenarnya sudah dimulai dan berjalan sampai saat ini. Terakhir perjuangan tersebut sudah mendapat restu dari Gubernur Provinsi Kepulauan, Riau Ansar Ahmad.

Meskipun sampai saat ini moratorium pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) belum dicabut. Tentunya Natuna memiliki kekhususan tersendiri dengan aspek pertahanan keamanan dan kedaulatan menjadi kunci penting terhadap pemekaran Natuna dan Anambas menjadi provinsi.

Upaya mempertahankan kedaulatan NKRI di Laut Cina Selatan tidak hanya melulu berbicara kekuatan militer semata, namun bagaimana menjadikan wilayah Natuna sebagai garda terdepan NKRI menjadi sebuah wilayah maju dengan pemerataan pembangunan sampai ke pulau-pulau.

Baca Juga: Pulau Laut di Tengah Pusaran Konflik Laut Natuna Utara, Potensi dan Dinamika Pembangunan

Kesetiaan masyarakat Natuna terhadap NKRI tidak perlu diragukan lagi. Berpuluh tahun nenek moyang mereka telah menyatakan kesetiannya kepada NKRI. Karena kondisi ini, menjadi sebuah keharusan untuk menjadikan Natuna sebagai etalase dan beranda terdepan NKRI yang menjadi kebanggaan masyarakat di perbatasan.

Natuna Lebih Diperhatikan oleh Tiongkok dan AS daripada Indonesia

Foto 3. Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda menyarankan adanya peningkatan status pemerintahan untuk Kabupaten Natuna -f/dani-natunatoday

Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda selama ini dikenal juga sebagai pengamat maritim dan kelautan. Ia melihat ada perbedaan cara melihat Natuna antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat dan Tiongkok.

"Pemerintah pusat melihat Natuna selalu dari peta Indonesia sehingga Natuna itu jauh, pinggir dan ujung, selama 70 tahun lebih. Walaupun Natuna (selalu) menjadi perhatian (sebagai) kawasan strategis tetapi tidak dibangun juga," ucapnya saat ditemui tim Natuna Today di Ruang Kerjanya, Bukit Arai, pada Selasa, 19 Maret 2024.

Terkadang, menurut Rodhial, Pemerintah melihat Kabupaten Natuna itu tidak terlalu penting meskipun sering menjadi isu penting saat berbicara kedaulatan negara. Sementara Amerika Serikat dan dan Tiongkok melihat Natuna dari peta Laut Cina Selatan sehingga mereka menarik ring pangkalannya dari Natuna sejauh 1.000 Km.

Beberapa wilayah di Asean pun masuk dan kini terus memperbesar ringnya hingga 2.000 KM sehingga seluruh ibu kota negara Asean masuk dan natuna berada ditengah-tengahnya.

Baca Juga: Sempat Terputus Akhirnya Pasokan Air Baku di Pulau Laut Kembali Normal

Kemudian Rodhial menjelaskan, Amerika Serikat dan Tiongkok melihat Natuna itu sangat penting sekali karena memiliki letak strategis baik secara geopolitik dan geostrategis.

Kenapa demikian? sampai-sampai secara isu kedua negara ini mau merebut Natuna. Menurutnya, ada dua hal yang dimiliki Natuna dan keduanya itu adalah hal yang sangat penting bagi Amerika maupun Tiongkok sehingga menjadi alasan mereka berperang dalam memperebutkan Kawasan Natuna.

"Natuna memiliki dua hal yang diperebutkan dunia yaitu sumber energi dan pangan. Keduanya (adalah) kebutuhan masa depan, 30 persen cadangan migas Indonesia dan 20 persen potensi perikanan Indonesia ada di Natuna," terangnya.

Membangun Natuna saat ini salah satu upaya pertahanan dan kedaulatan di Laut China Selatan. Status Natuna harus dibuka seluas-luasnya supaya dunia tahu siapa yang punya, Indonesia. Pemerintah pusat harus berani menjadikan Natuna sebagai kawasan ekonomi baru, membawa dunia internasional berinvestasi di Natuna supaya mereka memiliki kepentingan bersama untuk menjaga investasinya di Natuna.

Menjaga kedaulatan Natuna dan Laut China Selatan menurut Rodhial, tidak hanya cukup dengan membangun instalasi militer saja karena mempertahankan Natuna itu tidak cukup hanya dengan pertahanan tapi ketahanan.

Baca Juga: Filipina dan AS Patroli Gabungan, Kapal Induk sampai Kapal Perusak Dikerahkan ke Laut Cina Selatan

Foto 4. Salah satu tower telekomunikasi di Pulau Laut di foto dari Pelabuhan Tanjung Batu Desa Air Payang -f/dani-natunatoday

"Semua aspek harus dibangun di Natuna, ideologi, politik, sosial, budaya, ketahanan, dan ekonomi karena membangun Natuna tidak dapat disamakan dengan membangun wilayah di Pulau Jawa," tegas Rodhial.

Rodhial menyarankan kalau mau Natuna dibangun daerah pertahanannya yang lebih kuat tidak seperti saat ini. Menurutnya saat ini pertahanan terluar Indonesia di Laut Cina Selatan adalah Pulau Laut.

“Pulau Laut merupakan pulau terdepan yang berada di Laut Cina Selatan, kalau pusat mau, pulau tersebut dapat dijadikan sebagai kapal induk tidak bergerak yang tidak akan pernah dapat ditenggelamkan,” ucap Wabup Natuna ke Tim Natuna Today Pikiran Rakyat.

"Kita punya pertahanan yang luar yaitu Pulau Laut, karena Tiongkok dan Amerika di Laut China Selatan memiliki kapal induk. Kenapa tak jadikan Pulau Laut seperti kapal induk, dengan segala fasilitas yang dimiliki kapal induk," lanjutnya.

Kemudian Rodhial mencontohkan model pembangunan untuk Kabupaten Natuna. Menurutnya, Indonesia harus mencontoh Hawai. “Hawai sukses mengombinasikan antara sektor pariwisata, perikanan, dan militer,” tambahnya.

Baca Juga: Sengketa Tiongkok dan Filipina di Laut Cina Selatan Semakin Memanas

Naikkan Status Natuna Jadi Provinsi

Menjadikan Natuna sebuah provinsi juga dianggap perlu untuk mempertahankan kedaulatan di Laut China Selatan. Menurut Rodhial, sebuah wilayah perbatasan dan etalase negara jangan lagi dipagari oleh desa tertinggal namun minimal bintang satu atau dua kalau di militer dan gubernur kalau di pemerintahan.

"Provinsi perlu, supaya koordinasi dan distribusi pembangunan juga lebih cepat, di tengah terbatasnya kewenangan kabupaten di bidang kelautan," pungkasnya.

Tim Natuna Today menilai perlu adanya perhatian lebih dari Pemerintah Pusat baik perihal pemerataan pembangunan bagi masyarakat di pulau terluar, peningkatan status pemerintah, dan menjadikan Natuna dan Anambas sebagai etalase serta garda terdepan pertahanan dan keamanan Indonesia dalam menghadapi psywar negara-negara di sekitar Laut China Selatan.***

Editor: Dani Ramdani

Tags

Terkini

Terpopuler